By : Tri
Fani Rahayu
15 tahun lalu, sesuatu yang menyeramkan dan menggenaskan
terjadi di SMA Tunas Bangsa. Seorang siswi kelas 2 di SMA tersebut, terpeleset
di lantai WC yang licin dalam keadaan terpelungkup. Terpeleset oleh lantai yang
licin pastilah tidak akan membuatnya meninggal andai saja ia tidak membawa
gunting tajam yang langsung menusuk menembus jantungnya ketika ia terpeleset.
Dalam keadaan nafas yang nyaris berhenti, ia masih berteriak minta tolong dengan
suara yang lirih. Tolong… tolong….
To..lo.nngg… tapi, tak ada yang mendengar hingga ketika jam pulang sekolah,
ia ditemukan sudah dalam keadaan tak bernyawa.
Pihak sekolah berusaha membungkam masalah
tersebut seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, beberapa hari sejak kematian
siswi tersebut, kejadian aneh mulai terjadi.
Risma tidak
juga sadar. Matanya terlihat melotot dan bibirnya tersenyum serta mulutnya
mengeluarkan suara tangisan yang memilukan sekaligus mengerikan. Risma sedang
kesurupan sejak jam pertama pelajaran dimulai. Tapi, tak lama kemudia, Risma
sendiri pingsan setelah kesurupan. Beberapa guru dan murid membopongnya ke UKS
sementara siswa-siswa terpaksa diliburkan karna kejadian tersebut.
Jaka,
Hendra dan Bambi memperhatikan semua kejadian tadi. Kejadian kesurupan
sebenarnya sering terjadi di sekolah itu. Selama dua tahun sekolah disana,
setidaknya mereka telah melihat tiga kali kejadian yang serupa.
“Serem,
ya.” Ujar Rizki kepada mereka.
“ Aku yakin
itu pasti arwah Amelia yang barusan masuk ke tubuh Risma.” Tambah Agung.
“Mungkin
arwahnya Amelia penasaran. Makanya dia gangguin sekolah ini. Hiy…” Soni ikut
menimpali.
Rizki,
Agung dan Soni memasang mimic wajah yang menyeramkan sambil tertawa dan
bercanda.
“Hi…hi...hi...
aku hantu… hantu Amelia….” Rizki menirukan mimic wajah orang yang ketakutan
dimana ekspresinya itu disambut dengan tawa oleh Agung dan Soni.
Jaka
memutar bola matanya melihat tingkah laku Rizki. “Hantu itu nggak ada.”
Rizki,
Agung dan Soni langsung terdiam. Ketiganya menoleh kea rah Jaka.
“Oh, ya?”
sahut Soni. “Jadi, menurut kamu, yang barusan dialami oleh Risma tadi itu apa?”
“Entah.
Mungkin Jin atau setan. Yang pasti bukan hantu Amelia.” Jawab Jaka.
“Lagian, di
zaman modern gini, masih aja tuh percaya sama hantu.” Timpal Hendra.
“ Eh,
kalian gak percaya kalo di sekolah kita ini ada hantunya?” Tanya Agung.
Jaka,
Hendra dan Bambi menggeleng.
“Lah, masa
gak percaya. Masa sudah dua tahun sekolah disini gak percaya kalo di sekolah
kita ini ada hantunya.” Kata Soni.
“Kami sudah
banyak dengar tentang hantu yang katanya meneror sekolah ini.” Kata Bambi.
“tapi itu sulit dipercaya. Palingan itu Cuma mitos yang dibuat-buat.”
“Eh,
kejadian ini udah makan korban tahu.” Ujar Rizki.
“Masa?”
“Gak
percaya. Eh denger, ya. Kata kakak ku, waktu dia masih sekolah disini, salah
satu temannya ditemukan mati di depan gerbang sekolah pada waktu subuh.” Kata
Rizki.
“Kenapa dia
mati?” Tanya Hendra.
“Kata kakak
ku, dia nggak percaya hantu. Jadi, pas malam-malam, dia ditantang untuk datang
ke sekolah malam-malam. Dia bener-bener datang ke sekolah waktu malamnya. Tapi,
kabarnya, dia mendengar suara anak perempuan berteriak lirih minta tolong dari
WC cewek. Dia nya takut, terus lari keluar sekolah. Tapi kabarnya lagi, dia gak
bisa keluar karna ternyata pintu pagar yang dia lewati tadi terkunci. Padahal,
waktu dia masuk, pintunya gak terkunci. Waktu pagi-pagi, dia ditemukan sudah
mati. Tapi matanya terbuka dan menunjukan ekspresi ketakutan seperti melihat
sesuatu yang seram sementara tangan kirinya masih memegang pegangan pagar yang terkunci.” Jelas Rizki.
Agung dan
Soni merasa agak merinding mendengarnya. Tapi tidak demikian dengan Jaka,
Hendra dan Soni.
“Ah,
sudahlah, Ki. Cerita itu seperti terlalu dibuat-buat. Itu pasti bohong. Pokoknya,
hantu itu memang tidak ada, apalagi arwah penasaran. Udah ah, mendingan kami
pulang aja. Yuk.” Jaka mulai menarik tangan kedua temannya. Namun belum sempat
mereka beranjak dari temat itu, Rizki menghentikan mereka.
“Menurut
kamu cerita aku tadi bohong?”
“Yap.” Jaka
berujar. “Tapi aku nggak anggap kamu pembohong. Tapi cerita kamu itu lho yang
terkesan bohong.”
Rizki
mendekat. “Kalo gitu, kamu gak keberatan kan nerima tantangan dari aku.”
Jaka
mengernyit. “Tantangan apa?”
“Tantangan
yang sama kayak temen kakak ku. Apa kalian berani datang ke sekolah ini waktu
lewat tengah malam sampai jam satu? Kalo kalian berhasil merekam apa yang
kalian lihat selama kalian datang, aku kasih uang tiga ratus ribu”
Jaka
melipat tangannya. “Kalo aku gak mau kenapa?”
“Eh,
kenapa? Kamu takut? Bukannya kamu bilang kalo kamu gak percaya hantu?” Ejek
Rizki.
“Oke. Aku
setuju. Aku, Hendra dan Bambi bakalan datang ke sekolah ini tepat tengah malam
nanti. Dan mendingan, kalian siapin aja uang tiga ratus ribu itu besok.”
.
Jam tangan
Jaka telah menunjukan pukul 00.10. Ia dan kedua temannya sudah berada di
sekolah sejak sepuluh menit yang lalu. Sambil membawa handycam, mereka merekam apa yang mereka lihat di sekolah. Banyak
yang mereka lihat, tapi tak ada satupun yang menarik perhatian mereka.
“Setelah
rekaman ini kita tunjukan ke Rizki Cs, besok uang tiga ratus ribu ada ditangan
kita.” Kata Jaka kepada Hendra dan Bambi.
Mereka mengelilingi
sekolah itu. Malam sangat gelap dan dingin. Mereka mengitari sekolah hanya
dengan bantuan senter. Ketika mereka melewati WC perempuan, Jaka mendengar
suara perempuan.
Tolong… tolong aku… tolong aku……
Jaka tidak
yakin apakah dia mendengar suara itu atau tidak. Suara itu sangat lirih. Ia
menatap kedua temannya.
“Kalian…
dengar… suara tadi gak?” tanya Jaka sambil terus berjalan.
Hendra dan
Bambi mengangguk tanpa ekspresi. Tapi, mereka terus melanjutkan langkah dengan
agak cepat. Hendra yang memegang handycam
ditangannya terus merekam keadaan sekitar. Bambi dan Jaka mengangkat senternya
kea rah tempat-tempat yang direkam agar terlihat jelas di kamera.
Ketika
mereka berjalan mendekati ruang kelas mereka, tiba-tiba terdengar suara benda
jatuh di dekat mereka.
BUK!!!
Mereka
semua menoleh dengan cepat dan mencari sumber suara dengan sedikit kaget.
Tiba-tiba, sesuatu ada yang melempari mereka dengan batu. Jaka beristighfar
sedangkan Bambi berteriak tertahan. Mereka mundur pelan. Disaat itulah mereka
melihat sebuah siluet yang berjalan cepat dan menghilang di balik bayangan
disertai suara cekikikan yang mengerikan.
Hi…hi…hi…hi….
Jaka, Hendra dan Bambi pun langsung tahu apa
yang harus dilakukan.
Berlari
sambil berteriak.
Mereka
membuka pintu kelas dengan agak dipaksa, memasukinya dan bersembunyi di bawah
meja sambil saling berpelukan dan mengucapkan asma- asma Allah. Keringat dingin
mengucur dari balik leher mereka dan wajah pucat sudah terlihat di wajah
masing-masing. Bambi bahkan ragu apakah ia barusan mengompol atau tidak. Suara
cekikikan itu ternyata tidak juga berhenti.
Sekitar
tiga menit lewat bersamaan suara cekikikan yang berhenti, tiba-tiba tanpa
disangka HP Jaka berbunyi. Dengan, tangan agak gemetar, Jaka memberanikan diri
membuka isi SMS nya.
‘Kalian tidak bisa sembunnyi’
Seketika,
ketakutan Jaka agak berkurang. Ia memberitahu isi SMS nya pada kedua temannya.
“Aneh, kan.
Gak mungkin ini hantu yang mengirim SMS. Sejak kapan makhluk halus bisa
menggunakan HP?” kata Jaka.
“Ini sih,
sudah jelas.” Ujar Hendra kesal. “Kita dikerjai. Ugh, ini pasti ulah si Rizki
Cs.”
“Menurut
kamu, baiknya kita ngapain sekarang?” Tanya Bambi.
“Jelas
dong. Kita keluar dari kelas ini dan cari mereka. Lagi pula sekarang sudah jam
satu. Mereka sudah kalah. Dasar curang…” Jaka terlihat tak kalah kesal.
Baru saja
mereka keluar dari kelas, mereka kembali melihat siluet yang dengan cepat
menghilang dibalik bayangan disertai suara cekikikan lagi. Jaka dan
teman-temannya dengan berani mengikuti arah suara. Akhirnya, mereka menemukan
Rizki, Agung dan Soni yang sedang bersembunyi dibalik pohon sambil tertawa
cekikikan.
“Hah,
tertangkap lho.” Sergap Jaka.
Rizki,
Agung dan Soni terkejut melihat Jaka dan teman-temannya. Penyamaran mereka
terbongkar. Dengan malu, mereka berdiri dan mengakui kecurangan mereka.
“Ini uang
tiga ratus ribunya.” Kata Rizki seraya menyerahkan uang kepada Jaka.
“Uh, kenapa
sih kalian mau pake’ curang segala?”
Tanya Hendra.
“He…he..
sebenarnya, kami cuma pengen merekam tingkah laku kalian saat ketakutan tadi.
Rencananya sih, mau kami sebarin ke teman- teman yang lain. Soalnya kalian sok
banget sih tadi siang. Bilangnya gak percaya hantu.” Jelas Rizki.” Nih, Soni
dari tadi yang ngerekam saat-saat kalian lari ketakutan.” Rizki menyerahkan handycam-nya kepada Jaka.
Jaka
melihat isi rekaman itu. Semuanya terekam dengan lengkap. Ada bagian ketika
mereka terkejut mendengar suara benda jatuh. Ada saat mereka ketakutan saat
merasa ada yang melempari mereka. Ada juga saat mereka berteriak dan
beristighfar saat melihat siluet dan tawa cekikikan. Mereka semua memperhatikan
isi rekaman itu semua dengan tersenyum.
“Ngomong-ngomong,
kalian nggak ngerekam keterkejutan kami di WC perempuan saat kami mendengar
kalian berteriak minta tolong, ya?” Tanya Jaka.
“Hah?”
Rizki mengerutkan kening. “ Kami nggak ngerekam kejadian itu.”
“Kenapa?”
Tanya Rizki.
“Jaka, kami
tidak menakut-nakuti kalian di WC perempuan. Itu bukan kami yang berteriak
minta tolong.” Kata Rizki.” Kami cuma menakut-nakuti kalian di sekitar kelas
kita aja kok.”
Secara
mendadak, wajah mereka terlihat pucat. Tak ada diantara mereka yang berbicara.
Tiba-tiba, suara lirih minta tolong terdengar kembali di telinga mereka dari WC
perempuan.
Tolong… tolong aku… to..long..aku…
Tanpa pikir
panjang lagi, mereka langsung ambil langkah seribu. Mereka cepat-cepat berlari
sambil berteriak menuju pagar sekolah. Namun, mereka tidak bisa keluar dari
sekolah malam itu. Sebab, pintu pagar sekolah telah terkunci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar